Mau gila saja rasanya.
Aku hampir selalu tak bisa menahan diri untuk tidak menghubungimu.
Ingin kembali saja rasanya.
Aku ingin berbalik dan menemukanmu siap membalas pelukanku.
Kadang aku ingin kita berpapasan hanya untuk menyampaikan sapa.
Aku ingin kamu tertawa pada beberapa cerita kebodohanku.
Aku berharap kamu akan bersiap saat aku berlari ke arahmu
memeluk lalu mengangkatku ke udara.
Tapi apa aku?
Aku sama sekali tak berhak untuk bilang rindu.
Tapi aku apa?
Kamu memiliki hak penuh untuk mendorongku pergi.
Aku menulis namamu di dinding untuk kemudian kucoreti
mengumpati bayang di cermin karena tak berani untuk muncul di depanmu.
Aku menggali ruangan, mencari suratmu yang pernah ku kubur
memaki diri yang pernah merobeknya setelah dulu meninggalkanmu.
Kamu benar, aku memang egois.
Dulu bersikeras meninggalkanmu, menyisakan sedikit isakan, meski kamu bilang jangan.
Kini aku menyesal dan kembali egois.
Aku ingin kembali padamu, memeluk namamu dengan uraian air mata tiap malam.
Maaf, maafkan keegoisanku.
Aku tak ingin kamu tahu aku menderita tanpamu, meski kamu tahu, bersandiwaralah.
Maaf, maaf aku ingin kamu kembali atau menyambut kembalinya aku.
Berharap mendung malam dapat mengingatkanmu akan bayanganku.
Ah, jangan, sejujurnya jangan terima aku kembali.
Aku hanya memikirkan diriku, tak takut menyakiti lagi kamu.
Walau bagaimana pun, aku tak akan pantas untukmu.
Tapi aku percaya kamu orang baik, jadi terimalah aku kembali.
Aku hampir selalu tak bisa menahan diri untuk tidak menghubungimu.
Ingin kembali saja rasanya.
Aku ingin berbalik dan menemukanmu siap membalas pelukanku.
Kadang aku ingin kita berpapasan hanya untuk menyampaikan sapa.
Aku ingin kamu tertawa pada beberapa cerita kebodohanku.
Aku berharap kamu akan bersiap saat aku berlari ke arahmu
memeluk lalu mengangkatku ke udara.
Tapi apa aku?
Aku sama sekali tak berhak untuk bilang rindu.
Tapi aku apa?
Kamu memiliki hak penuh untuk mendorongku pergi.
Aku menulis namamu di dinding untuk kemudian kucoreti
mengumpati bayang di cermin karena tak berani untuk muncul di depanmu.
Aku menggali ruangan, mencari suratmu yang pernah ku kubur
memaki diri yang pernah merobeknya setelah dulu meninggalkanmu.
Kamu benar, aku memang egois.
Dulu bersikeras meninggalkanmu, menyisakan sedikit isakan, meski kamu bilang jangan.
Kini aku menyesal dan kembali egois.
Aku ingin kembali padamu, memeluk namamu dengan uraian air mata tiap malam.
Maaf, maafkan keegoisanku.
Aku tak ingin kamu tahu aku menderita tanpamu, meski kamu tahu, bersandiwaralah.
Maaf, maaf aku ingin kamu kembali atau menyambut kembalinya aku.
Berharap mendung malam dapat mengingatkanmu akan bayanganku.
Ah, jangan, sejujurnya jangan terima aku kembali.
Aku hanya memikirkan diriku, tak takut menyakiti lagi kamu.
Walau bagaimana pun, aku tak akan pantas untukmu.
Tapi aku percaya kamu orang baik, jadi terimalah aku kembali.
Komentar
Posting Komentar